Jumat, 04 Januari 2013

KANDUNGAN SURAT ALI IMRON AYAT 28-29



28. janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. dan hanya kepada Allah kembali (mu). 29. Katakanlah: "Jika kamu Menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah Mengetahui". Allah mengetahui apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

PENDAHULUAN  

Ayat tersebut banyak disalah-gunakan oleh sekelompok orang untuk menyebarkan kebencian dan permusuhan kepada orang-orang yang memeluk agama selain Islam. Seakan-akan dunia ini hanya milik umat Islam saja, sedangkan orang-orang kafir tidak punya posisi dan peran penting dalam hidup ini. Kasarnya adalah mereka itu sampah.                                                                                           

Namun faktanya di kehidupan kita saat ini, orang-orang kafir begitu mendominasi kehidupan, maka kita harus mampu memahami ayat tersebut dengan bijak. Jika tidak, kita akan menjadi kaburo maqtan, asal ngomong tapi tidak bisa mempraktekkannya. Atau malah hidup serba primitif, menjauhi segala sesuatu yang berbau barat dan kafir. Kalau sudah mentok akan langsung mengikuti madzhab kepepet, jika ditanya: katanya anda benci sama barat tapi kok handphonnya nokia? Biasa…kan lil mutthor (kepepet). Belum sepeda motornya, sendalnya, pakaian, jam tangan, cat rumah, dan lain sebagainya yang semuanya adalah produk kafir. Akhirnya jadi ruwet, sebenarnya siapa yang menjadi tidak berguna dalam hidup ini, alias siapa yang sebenarnya sampah?. Contoh: ketika kita pergi haji dan pilotnya adalah seorang kristiani, maka apa mungkin kita protes atau malah turun dan ganti pesawat yang pilotnya orang Islam? Hampir yang professional pada lini-lini kehidupan saat ini adalah orang-orang kafir, pilih diterbangkan pilot Islam tapi tidak handal, atau orang kafir tapi seorang ahli? Manakah? Idealisme atau pragmatisme?...
                                                                                                                              
PEMBAHASAN                                                                                                                                      
Kita mulai dari kata wali. Kata wali jamaknya auliyaa berarti: teman akrab, pemimpin, pelindung atau penolong. Maksud dari ayat di atas adalah kita dilarang untuk menjadikan orang-orang kafir menjadi pelindung , teman akrab, khususnya menjadi pemimpin bagi muslimin.                  

Kemudian asal kata kafir dan kufur adalah kafara artinya tertutup (kata ini kemudian diserap ke dalam bahasa Inggris menjadi cover artinya penutup). Kafir adalah mereka yang  tertutup dari kebenaran, maksudnya menolak kebenaran.                                                                                          

Beberapa ayat dalam al-Qur’an kita mendapati bahwa kafir adalah: seseorang yang menyamakan Allah dengan Al Masih putra Maryam (QS. 5 : 72) Kafir bila mengatakan Allah yang tiga (Bapak, anak, dan roh khudus) (QS. 18 : 100-101). Intinya bahwa, kafir adalah orang  yang mengingkari atau tidak percaya kepada kerosulan dan ajaran Rasulullah saw.                                                 

Ayat 28 dalam surat Ali Imron tersebut menjelaskan tentang mengangkat orang kafir sebagai wali, penguasa atau orang-orang penting yang mengurus urusan kaum muslimin khususnya dalam urusan keagamaan. Menurut riwayat yang dikeluarkan oleh Ibnu Ishaq dan Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim, bahwa Ibnu Abbas berkata: "Al-Hajjaj bin 'Amr mengikat janji setia kawan dengan Ka'ab bin al-Asyraf (pemuka Yahudi yang terkenal sebagai penafsir) dan Ibnu Abi Haqiq dan Qais bin Zaid. Ketiga orang ini telah bermaksud jahat hendak mengganggu kaum Anshar itu lalu ditegur oleh Rifa'ah bin al-Mundzir dan Abdullah bin Jubair dan Sa'ad bin Khatamah, supaya mereka menjauhi orang-orang Yahudi yang tersebut itu. Hendaklah mereka berawas diri dalam perhubungan dengan mereka, supaya agama mereka jangan difitnah oleh orang-­orang Yahudi itu. Tetapi orang-orang yang diberi peringatan itu tidak memperdulikannya." Inilah kata Ibnu Abbas yang menjadi sebab turunnya ayat ini. Dalam tafsir At-Thobary dikatakan:
فيواليهم في دينهم, ويظهرهم على عورة المؤمنين (الطبري)  
“maka mereka (orang kafir) akan mengatur/memimpin muslimin dalam urusan agama mereka, dan akan rentan membuka kelemahan-kelemahan atau ‘aib-‘aib orang-orang mukmin”
Ditakutkan jika mereka ikut campur bahkan berkuasa dalam hal agama, pasti akan membuat ajaran Islam dibatasi, sehingga tidak berfungsi, kemudian akan menghancurkan kekuatan muslimin, setelah mereka mengetahui kelemahan para muslimin. Di situ konteksnya berarti adalah orang-orang kafir yang aktif memusuhi orang-orang Islam dan tidak mendatangkan maslahat. Skalanya global. Tapi bagaimana jika berkaitan dengan mu’amalah mikro, seperti berteman, rekan bisnis dan urusan study?...    Tentu saja selama semua kegiatan tersebut adalah maslahat, dan mu’amalah yang tidak sampai mengganggu dakwah dan iman kita, maka sah-sahnya saja. Terlebih kita bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Rasulullah saw pun pernah meminjam senjata dari orang-orang kafir dzimmi, dan petunjuk jalan hijrah Rasulullah saw adalah seorang yang bukan muslim. Namun, alangkah lebih baiknya jika kita tetap mengutamakan peran sahabat-sahabat/rekan-rekan kita sesama muslim.      

BENARKAH MUSLIM BISA DISEBUT KAFIR 
Makna kafir yang lebih luas lagi adalah orang yang mata hatinya dalam keadaan tertutup dari memperhatikan tanda-tanda (kebesaran) Allah swt, balasannya adalah jahannam.                            
 
100. dan Kami nampakkan Jahannam pada hari itu kepada orang-orang kafir dengan jelas, 101. Yaitu orang-orang yang matanya dalam Keadaan tertutup dari memperhatikan tanda-tanda kebesaran-Ku, dan adalah mereka tidak sanggup mendengar. (Al-Kahfi: 100-101)                                                                                                                       
Kafir juga digunakan untuk merujuk kepada orang-orang yang mengingkari nikmat Allah swt (sebagai lawan dari kata syakir, yang berarti orang yang bersyukur). 
7. dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (Ibrohim: 7)

Jika kita setuju dengan dua definisi tersebut, maka berapa banyak orang yang beragama Islam namun berperilaku kafir, termasuk kita tentunya. Karena kafir adalah sebuah kondisi qalb (ruhaniyyah), bukan status (keagamaan). Sehingga tidak seyogyanya bagi kita untuk menyematkan pangkat kekafiran kepada orang lain, bahkan dengan gencar mendengungkan predikat tersebut untuk orang lain tanpa ada sebab yang benar-benar jelas dan mendesak. Jangan sampai jeruk makan jeruk, alias kafir teriak kafir, kan mengherankan jadinya.                                                                                        
Maka sangat penting untuk mendeteksi dan mempertahankan keimanan dalam hati kita masing-masing terlebih dahulu. Kalimat berikutnya adalah:
barang siapa berbuat demikian (menjadikan orang kafir sebagai wali), niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. dan hanya kepada Allah kembali (mu).

Dari ayat tersebut lahirlah konsep Taqiyyah, yaitu berpura-pura setuju dengan apa yang dikatakan dan diperintahkan oleh orang kafir, namun hatinya tetap menolak, demi keselamatan dirinya guna kelanjutan dakwah di kemudian hari. Ayat tersebut sesuai dengan surat An-nahl: 106:
106. Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir Padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. 

Mengutip dari apa yang diterangkan dari tafsir At-Thobari:
(إلا أن تتقوا منهم تقاة) قال: التقاه التكلم باللسان وقلبه مطمئنّ بالإيمان, وقيل التقية باللسان وليس بالعمل.
Ketakutan atau ketundukan dengan lisan, tapi hatinya tetap tenang dalam beriman, dikatakan pula bahwa taqiyyah dengan lisan bukan dalam perbuatan”. Lebih lanjut lagi dalam tafsir tersebut dijelaskan bahwa:
من لم يهرق دم مسلم وما لم يستحلّ ماله, صاحبهم في الدنيا معروفا فأما في الدين فلا.
Selama dia (orang kafir) tidak menumpahkan darah orang muslim dan tidak merampas harta/hak-hak miliknya, (Jikalau demikian) maka pergaulilah mereka di dunia dengan baik, tapi tidak dalam beragama.” 

Peringatan agar kita senantiasa menjaga apa yang ada di hati kita, untuk selalu mengakui bahwa hanya Dialah Yang berhak untuk disembah, adalah peringatan yang keras. Karena memang hanya Allahlah yang tahu apa yang tidak terlihat oleh mata. Allah swt benar-benar mewanti-wanti penyelewengan iman para hambaNya, firmanNya:
dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. dan hanya kepada Allah kembali (mu).

Allah swt tidak menggunakan kata perintah seperti أقيموا الصلاة , tidak langsung disebutkan siapa yang memerintah, sehingga perintah tersebut terkesan masih agak longgar, namun dalam surat Ali Imron tersebut di atas Allah langsung menyatakan jelas sebutan diriNya (Allah), Allah secara jelas menampakkan peranNya dalam urusan hati orang-orang beriman. Sehingga dilanjutkan:
  
Katakanlah: "Jika kamu Menyembunyikan apa yang ada dalam  hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah Mengetahui". Allah mengetahui apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

KESIMPULAN        
Keimanan dan ketaqwaan adalah cahaya, cahaya yang hanya terlihat oleh teropong qolbu. Jika hati telah kehilangan cahayanya, maka teropong hati adalah teropong buta, yang tersisa hanyalah gelap gulita. Allah swt benar-benar sangat memperhatikan kondisi cahaya hati para hambaNya, karena Allah adalah cahaya di atas cahaya, dan dengan kualitas cahaya qolbu itulah qimah para kekasihNya menjadi semakin nyata. Wallohu a’lamu bis showab….

Nb. Tulisan di atas merupakan refleksi dari pengajian rutin bulanan bersama Prof. Dr. Qoraih Shihab, pada tanggal 2 Januari 2013 di Masjid Al-Barkah Jakarta. By: Rahmat Abdurrosyid….


















                                                           
  








1 komentar:

NiaPrasastiana26 mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
 
;