Teropongku
sungguh mempesona walaupun secara ukuran dia sangatlah kecil, namun jangan
salah, sorotannya begitu jitu, tajam dan terpercaya. Mungkin karena
ukuran mininya, menjadikan dia sangat sensitive dengan hal-hal yang kecil, yang sering diabaikan
oleh kebanyakan manusia, terlebih sorotan tajamnya bagi hal-hal yang jelas nampak,
wah itu sih dia lebih jago lagi.
Teropongku adalah
pengawalku, menunjukkan ketidak-mampuan mataku dalam melihat detail-detail
kehidupan. Mataku sering menunjukkanku kecantikan, tapi tidak kedamaian, sering
juga mengajariku tentang “inilah kenikmatan”, tapi bukan kebersahajaan, mataku juga
suka silau dengan cahaya kefanaan. Mata oh mata.....begitu berharga tapi tidak
sempurna.
Teropongku sering
ku bersihkan dari debu-debu jalanan, dengan menggunakan “wastafel” dzikir,
rutin ku minyaki dengan minyak al-Qur’an agar tidak karatan, dan sering ku ajak
melek malam agar dapat lebih tajam ketika melihat dalam kegelapan. Aku sering
menangis teriris oleh ketajaman penglihatannya, dan lebih sering menangis miris
karena dosa.
Dia juga bisa
bertransformasi menjadi agenda kecilku untuk aku baca dan renungkan di
hari-hari kedepan. Dia begitu setia menemaniku, namun sungguh malang, aku
sering khilaf, mencampakkannya, terutama ketika sedang bahagia, atau ketika
memuncak gelora amarah dalam jiwa. Jangan salah, dia adalah teropong masa depan
yang juga bisa berkicau. Kicauannya adalah kicauan kebenaran, tapi sayang,
kicauannya sering teredam oleh lonceng-lonceng keblangsatan nafsu, sehingga
hanya lirih kecil yang mampu ku dengar. Seandainya teropongku bisa ku jual
dengan apa saja yang ada di dunia maka sungguh aku keliru, karena dia adalah
aku dan aku adalah dia, karena itulah aku berharap banyak dari teropongku…teropong
hatiku….
0 komentar:
Posting Komentar