- A. Pendahuluan
Al-Qur’an yang memiliki sisi kemu’jizatan dalam tata-letak (nadzm) kata-kata perkatanya, pun menggunakan bahasa sebagai penyampai pesan ketuhanan (wahyu) yang bi Lā Ṣaut wa Lā Harf. Karenanya, tidak mungkin kalam Tuhan tersebut dapat dipahami maknanya tanpa memahami bahasa yang digunakan, dalam hal ini ialah Bahasa Arab. Dan al-Qur’an yang merupakan Kitab Primer dalam Agama Islam—meliputi aspek ajaran, keilmuan, sejarah, dan lain sebagainya—tentunya mendapatkan respon yang sangat beragam dari pembacanya guna menangkap makna agung yang terkandung di dalamnya. Beberapa diskursus keilmuan pun bermunculan dari kitab tersebut, mulai dari Kalam, Fiqh, Tafsir, hingga beberapa keilmuan kebahasaan yang tidak mengandung doktrin keagamaan. Dalam artian, kajian kebahasaan yang muncul dari Al-Qur’an—semisal Nahwu, Balaghah, Sharaf, dan lain sebagainya—dapat digunakan dalam menganilisis teks-teks bahasa Arab lainnya yang tidak ada korelasinya dengan Ajaran Islam.
Salah satu diantaranya ialah Ilm Gharīb al-Qur’ān, yakni ilmu yang membahas tentang makna kata perkata dari susunan ayat al-Qur’an. Dan dalam catatan singkat ini akan diuraikan makna dari kata Talā-Yatlū, baik dari sisi tinjauan makna asal, ataupun makna-makna bentukan darinya (isytiqāq / derivasi).
- B. Pembahasan
- 1. Makna Asal
Adapun dalam Lisān al-‘Arab, kata ini memiliki beberapa makna dasar, diantaranya meninggalkan, membelakangi, menelantarkan, mengikuti dan mendahului.[3] Atlaitu Fulān bermakna Taqaddamtuhu (mendahuluinya) dan menjadikannya di belakangku.
- 2. Makna Derivasi
- استتلي, bermakna menunggu
Lafadz ini mengikuti wazan Istaf’ala yang berfaedah li al-Thalāb (mengharap). Kemudian jika dikaitkan dengan makna asal, yaitu mengikuti, maka terdapat relasi makna, yakni mengharap untuk diikuti. Karena pada dasarnya, ketika kita menunggu seseorang berarti kita berharap agar ia mengikuti kita, atau dengan kata lain berharap agar ia mengikuti jejak kita pada suatu tempat tertentu. Adapun jika dihubungkan dengan makna asal “meningalkan atau menelantarkan”, maka keterkaitan makna antara menunggu dengan makna asal ialah: suatu proses penantian disebabkan seseorang telah mendahuluinya, atau sampai pada suatu tempat lebih awal daripada yang ditunggu. Sehingga ada kesamaan “mendahului” antara meninggalkan dan menunggu.
- المتْلية والمتْلي
- c. المتالي
- تَلَّى
تَلَّى فلان صلاته المكتوبة بالتطوع[7]
- التلاوة
}وإذا تتلى عليهم آياتنا{ [الأنفال/31][10]
}وإذا تليت عليهم آياته زادته إيمانا{ [الأنفال/2][11]
- 3. Variasi Makna yang digunaan dalam al-Qur’an
- Mengiringi
Dalam ayat ini Talā bermakna mengiringi, dengan artian bulan mengiringi matahari karena tidak dapat memancarkan cahaya dengan sendirinya. Bulan hanya bisa memberikan cahaya dengan memantulkan cahaya matahari.[14] Hal ini juga diperkuat dengan ayat:
}جعل الشمس ضياء والقمر نورا{ [يونس/5][15]
- Membaca
Ayat ini menggunakan redaksi Talā dalam bentuk Fi’l Amr, yakni bermakna perintah. Dan dalam ayat ini, lafadz Talā bermakna membaca,[17] atau dalam fi’l amr bermakna “bacalah”/ “bacakanlah”.
- Mengikuti (bacaan) dengan Ilmu dan Amal
Al-Raghib menyebutkan makna Talā dalam ayat ini ialah mengikuti dengan ilmu dan amal,[19] namun tetap dalam batasan objek yang diikuti ialah bacaan—al-Qur’an—seperti yang diuraikan sebelumnya. Akan tetapi terdapat sedikit perbedaan pemaknaan dalam ayat ini. Ibn Mas’ud berpendapat: Ayat ini bermakna membaca sesuai dengan apa yang diturunkan, dengan tidak merubah redaksi (dari sisi Qirā’ah) dan juga substansi (tidak menghalalkan yang haram dan tidak mengharamkan yang halal). Sedangkan menurut al-Hasan: Mengamalkan yang Muhkām, mengimani yang Mutasyābih, serta menggali makna yang tidak ia ketahui. Dan pendapat terakhir dari Mujahid yang hampir sama dengan pendapat al-Raghib: Mengikuti dengan sungguh-sungguh (Haqq al-Tibā’ih).[20]
- Menurunkan
Kembali menurut al-Raghib yang menyatakan bahwasannya makna Natlūhu dalam ayat ini ialah “Menurunkan”. Adapun menurut al-Razi, lafadz Natlūhu dalam ayat ini bermakna Naqushshuhu (menceriterakan). Menurut beliau, al-Tilāwah dengan al-Qashash bermakna satu. Hal ini didasarkan pada analisis beliau mengenai dua ayat yang menggunakan lafadz Natlū yang memiliki objek “Naba” (ceritra), dan juga lafadz Naqushshu yang memiliki objek al-Qashash itu sendiri.[21]
- Mengabarkan
Al-Razi menyebutkan, lafad Tatlū dalam ayat ini memiliki dua wajh. Pertama, bermakna mengabarkan (mewartakan). Kedua, mendustakan (memberikan kabar bohong tentang kerajaan Sulaiman as.). Kemudian al-Razi memberikan pendapatnya bahwa makna yang pertama lebih unggul, karena hakikat dari mendustakan ialah tetap dalam batasan memberikan kabar (menginformasikan), terlepas dari kabar tersebut benar atau pun salah.[23]
- C. Penutup
Wallahu A’lam bi al-Shawab
[1] Al-Raghib al-Asfihani, al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Ma’rifah, t.th), hlm. 75. Lihat juga: Achmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), hlm. 138.
[2] Al-Raghib al-Asfihani, al-Mufradat fi Gharib,,, hlm. 75
[3] Ibn Mandzur, Lisān al-‘Arab Juz XIV, dalam CD ROM al-Maktabah al-Syamilah, (Pustaka Ridwana: 2000), hlm. 102.
[4] Ibn Mandzur, Lisān al-‘Arab Juz XIV, hlm. 102.
[5] Ibn Mandzur, Lisān al-‘Arab Juz XIV, hlm. 102
[6] Ibn Mandzur, Lisān al-‘Arab Juz XIV, hlm. 102.
[7] Al-Azhari, Tahdzib al-Lughah Juz V, dalam CD ROM al-Maktabah al-Syamilah, (Pustaka Ridwana: 2000), hlm. 21.
[8] Al-Raghib al-Asfihani, al-Mufradat fi Gharib,,, hlm. 75
[9] Al-Azhari, Tahdzib al-Lughah Juz V, hlm. 21.
[10] Terjemahannya: “Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat kami,….”
[11] Terjemahannya: “…..dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya),,,”
[12] Al-Hasaniy, Fath al-Rahmān, (Indonesia: Maktabah Dahlan, t.th) hlm. 70-71.
[13] Al-Syams [91]: 1-2 yang artinya: 1. Demi matahari dan cahayanya di pagi hari, 2. Dan bulan apabila mengiringinya,
[14] Al-Raghib al-Asfihani, al-Mufradat fi Gharib,,, hlm. 75
[15] Terjemahan: “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya….”, antara al-Dliyā dan al-Nūr terdapat perbedaan, yakni al-Dliyā memiliki kekuatan cahaya lebih tinggi daripada al-Nūr, dan
kemudian diartikan bahwa bulan hanya memantulkan cahaya dari matahari
yang dapat bersinar dengan sendirinya. Lihat: Al-Raghib al-Asfihani, al-Mufradat fi Gharib,,, hlm. 75.
[16] Terjemahan: Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu Kitab Tuhanmu (Al Quran).
[17] Al-Khazin, Lubāb al-Ta’wil fi Ma’ān al-Tanzil Juz IV, dalam CD ROM al-Maktabah al-Syamilah, (Pustaka Ridwana: 2000), hlm. 308.
[18] Terjemahan: Orang-orang yang Telah kami turunkan Al Kitab kepadanya,
[19] Al-Raghib al-Asfihani, al-Mufradat fi Gharib,,, hlm. 75
[20] Al-Baghawi, Ma’ālim al-Tanzil Juz I, dalam CD ROM al-Maktabah al-Syamilah, (Pustaka Ridwana: 2000), hlm. 144.
[21] Fakhr al-Din Al-Razi, Mafātih al-Ghaib Juz IV, dalam CD ROM al-Maktabah al-Syamilah, (Pustaka Ridwana: 2000), hlm. 233.
[22]
Terjemahan: Dan mereka mengikuti apa yang diberitakan (dibacakan) oleh
syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa
Sulaiman itu mengerjakan sihir),
[23] Fakhr al-Din Al-Razi, Mafātih al-Ghaib Juz II, dalam CD ROM al-Maktabah al-Syamilah, (Pustaka Ridwana: 2000), hlm. 250.
1 komentar:
blog nya keren hehe
Posting Komentar