Pakar Psikologi Politik Hamdi Muluk menyayangkan bentuk negara kesatuan. Ia mengusulkan ide pembentukan negara federal.
"Negara
kita negara kesatuan, ketimpangan antara pusat dan daerah jauh. Banyak
mudaratnya daripada bagusnya. Semua ukuran di pusat," kata Hamdi Muluk dalam diskusi di Hotel Morrissey, Jakarta, Minggu (5/5/2013).
Menurut
Hamdi, Indonesia lebih cocok memakai sistem negara federal. Pasalnya
tidak semua urusan menggunakan konsep sentralistik seperti saat ini.
"Kalau
kita lihat negara federal itu pola ideal, efektifitas managemen enggak
mungkin Sabang sampai Merauke sentralistik," ujarnya.
Ia
mencontohkan pelaksanaan UN yang gagal karena memakai sistem
sentralistik. Menurutnya, kebutuhan masyarakat lokal seharusnya diatur
oleh pemerintah daerah.
"Maka Gubernur negara bagian yang berdaulat, politik yang hangat politik yang lokal. Negara federal secara empiris terbukti membuat daerah itu berkembang," imbuhnya.
Ia
mengatakan negara-negara maju yang menggunakan konsep negara federal
berkembang diberbagai bidang. Setiap negara bagian memiliki universitas
berkualitas. Kemudian ekonomi bertumbuh dengan pesat.
"Dari lubuk
hati saya, saya mengaggumi Bung Hatta yang mendukung konsep federal.
Lalu Romo Mangunwijaya. Saya juga terpaksa bermigrasi ke pusat, jika
negara federal, saya tetap di daerah," ujar Guru Besar UI ini.
Sebelumnya
dari hasil survei Pol-Track Institute memaparkan hasil survei opinion
leaders bertajuk 'Mencari Kandidat Alternatif 2014: Figur Potensial dari
Daerah' mengatakan ada banyak figur daerah yang layak dan potensial
menjadi kandidat alternatif di 2014 yakni mereka yang telah terbukti dan
berprestasi memimpin daerahnya.
Kejenuhan publik terhadap figur
lama yang muncul dalam Pemilu 2014 juga mendorong munculnya nama-nama
alternatif yang menjanjian tetapi belum diwacanakan.
Joko Widodo
mendapatkan bobot 82,54 persen, Tri Rismaharini 76,33 persen, Fadel
Muhammad 70,38 persen disusul Syahrul Yasin Limpo 70,31 persen.
Sementara Isran Noor memperoleh 70,14 persen dan Gamawan Fauzi di angka
70 persen.
Survei dilaksanakan selama Januari hingga April 2013.
Proses penarikan kandidat dimulai dari daftar figur yang pernah memimpin
daerah baik gubernur, bupati maupun walikota selama minimal separuh
periode masa jabatan lima tahun. Dari 100 kepala daerah terbaik,
diseleksi 14 terbaik melalui metode focus group discussion yang dinilai
oleh 100 juri dari akademisi, pakar daerah, politisi senior, tokoh
pemuda, jurnaslis, pemimpin LSM, serta tokoh masyarakat.
Menurut Hamdi, politisi yang berkiprah di nasional punya pengalaman eksekusi seluas gubernur.
"Tidak
pernah intensif memimpin ke dalam. Jadi pilihannya sekarang ada
pemimpin di politik nasional tapi dia enggak pernah eksekusi," tukasnya.
0 komentar:
Posting Komentar