Jokowi menjadi
fenomena dan dia sangat fenomenal, tahun ini dan mungkin beberapa waktu
berikutnya adalah tahunnya Joko Solo ini. Tapi ada satu lagi tokoh kita awal
tahun ini, dan mungkin pada setiap awal tahun berikutnya, dialah banjir. Iya,
banjir menjadi tokoh utama yang sedang caper menunjukkan kemampuannya dalam
menghibur masyarakat yang sedang resah kepada Pemerintah, atau pada alam
sekitarnya. Dia menghibur lewat sentuhan dinginnya, dan aliran gemulainya. Tapi
ternyata banyak yang lalai bahwa hiburan itu adalah awal petaka.
Jokowi merasa
tersaingi dan itu membuat dia hendak menyingkirkannya, tanpa ragu. Dengan berbagai
macam jurus dia hendak menyingkirkan saingan utamanya di media, banjir. Dia tidak
mau kalah tenar hanya dengan si banjir, maka ini pasti akan menjadi pertarungan
dua unsur utama kehidupan: manusia dan alam.
Menjadi ambigu
memang ketika alam merespon kehidupan, dan sebenarnya banjir itu datang karena
seruan ulah manusia. Tapi ketika dia telah datang dengan segala riaknya, dia diusir
begitu saja. alam pun bingung, sudah terlanjur datang ke pesta ria kebejatan
keduniaan dia malah langsung diusir pulang, banjir pun tidak terima begitu
saja, sehingga dia berteriak keruh lewat terjangan mautnya, atau mungkin hanya
lewat keringat kumalnya.
Tapi Jokowi
adalah sosok pahlawan yang selama ini telah mendapat puluhan penghargaan hingga
penghargaan internasional. Tentunya dia bukan sosok yang low action. Dia akan berjuang
hingga tetes air ke-banjir-an. Jika tidak reputasinya akan dipertanyakan. Tapi dia
mengerti betul, bahwa banjir sebenarnya hanya kambing hitam, pokok
permasalahannya sebenarnya adalah warga Jakarta, dan sikap-sikap pembesarnya. Si
banjir hanya berusaha mendinginkan suasana rasa para penghuni Jakarta, yang
selama ini panas dengan derita, panas dengan rumah-rumah kaca, atau panas karena
batuk-batuk knalpot kopaja. Dia ingin mendinginkan hati orang-orang yang suka
membuang sampah sembarangan agar jera, mengademkan jiwa-jiwa lusuh para penguasa
agar lebih serius memikirkan umatnya.
Maka tentunya
kita juga harus bijaksana, termasuk Jokowi, kedatangan banjir adalah atas
undangan kita, maka kita harus membiarkannya untuk menemani hidup kita, sesaat
saja, jangan lama-lama. Sehingga menjadi pelajaran, agar kita tidak akan
mengundangnya kembali ke lingkungan kita lagi. Toh sebenarnya dia juga tidak
suka diundang keliling Jakarta hanya untuk menunjukkan kebengisannya. Dia datang
diundang, tapi pulangnya sering nunggu diusir…..banjir…oh banjir…