Minggu, 03 Februari 2013

Sang Lentera

Kita semua adalah lentera, bakal lentera, minimal untuk keluarga kita, sudahkah kita menyiapkan bahan bakar lentera masa depan, seberapa banyak dan kuat?...kita sekolah dari TK hingga tingkat mahasiswa, puluhan tahun berlayar di lautan ilmu, dinahkodai kyai dan ulama, guru dan orang hebat lainnya. Sungguh dekat kita dengan ilmu, mulai dari bangun pagi hingga tidur kembali. Akses-akses keilmuan pun sangat mudah didapatkan, dari berbagai fasilitas yang sangat lengkap, mulai dari HP, televisi, internet, koran, buku dan lain sebagainya. Sehingga bisa disimpulkan bahwa sekarang ini adalah zaman di mana manusia sudah sangat penuh dengan ma’lumat keilmuan, entah ilmu umum maupun agama, masjid di mana-mana, musholla persis seperti jamur yang tumbuh subur di musim hujan, begitu menjamur di setiap lorong-lorong desa. Di mana-mana ada mau’idloh hasanah, sering mampir ke telinga kita. Ibarat pohon, kita itu tumbuh di tanah yang subur, dengan pupuk yang berkualitas dan cuaca yang sangat mendukung, tapi mengapa justru malah menghasilkan preman-preman kekerasan. Jangankan yang tidak mampu sekolah, justru keblangsatan sangat banyak dilakukan oleh orang-orang berpengetahuan kelas berat, berpendidikan tinggi. Fakta yang baru-baru ini terjadi adalah bagaimana seorang presiden PKS yang terkenal sebagai orang yang sangat religious dalam partai yang terlihat super religious jatuh dalam kubangan korupsi, kalau sudah demikian, lalu kepada siapa kita akan mempercayakan negri ini?....

Maka bukan saatnya lagi kita menyalahkan siapa-siapa, tapi lihatlah diri kita, yang begitu dekat. Kita bangsa Indonesia lebih pada posisi menjalani ritual-ritual keagamaan hanya sebagai rutinitas saja, belum menyentuh titik ihsan dan ketauhidan yang benar, sehingga akan mudah kalah oleh pragmatisme kehidupan yang begitu kasar. Dan yang terpenting adalah kita harus benar-benar memahami kekuatan iman dan Islam, sebagaima yang dikatakan pepatah: halakamruun man la ya’rif qodrohu (akan hancur orang yang tidak mengetahui kadar kemampuannya). Lebih baik, kita harus selalu merasa kurang dan kurang dalam masalah keimanan, agar terus bisa memperbaiki diri. 

Mari kita meluruskan niat dengan selurus-lurusnya, menegakkan idealisme keagamaan dengan sekokoh-kokohnya, dimulai dengan membentuk keluarga yang berkualitas dari pribadi kita yang berkualitas, khususnya bagi lelaki yang akan menjadi komandan keluarganya. Tentu kita akan dapat menegakkan kebenaran ketika kita telah sampai kepada kebenaran tersebut, sebagaimana kata mahfudlot: kaifa yastaqiimudzllu wal ‘uudu a’waj?..(bagaimana bayangan sebuah tongkat akan lurus, jikalau tongkat itu sendiri justru bengkok?..maka itulah pribadi, pribadi yang mutsla adalah yang benar-benar dapat menyerap saripati ihsan ke dalam dirinya, memasukkan partikel-partikel keilmuan ke dalam qolbunya, bukan hanya otaknya.  Intinya, mari kita labuhkan hati dan akal kita kepada ridlo Tuhan, jalan Tuhan, dan aturan Tuhan, menuju ke kesempurnaan ketauhidan, di mulai dengan selalu haus kebenaran, dan lapar keilmuan, merasa diri kita selalu kurang. 

Hidup kita ini memang berbeda, alamnya menyuguhkan tingkat godaan yang begitu menggelora, ibarat sungai zaman kita ini adalah zaman kekeruhan, penuh pencemaran limbah-limbah kejahatan zaman, semakin jauh era kita ini dari hulu Rasulullah saw, semakin jauh dari sumber-sumber kejernihan, semakin jauh dan sangat jauh. Olehkarenanya, mari kita bentengi aliran sungai hati kita dengan kuat, karena cobaan hidup semakin berat, sulit saat ini kita membedakan mana yang hak dan mana yang batil, persis seperti air dan bensin yang telah bercampur, diminum bikin sakit perut, dibuat bahan bakar malah akan merusak mesin. Wahai sahabat, kita adalah lentera, di dunia yang penuh lampu disco kebatilan, yang suatu saat listrik keiblisannya akan padam, maka kita akan selalu tampil di depan, sebagai lentera-lentera kebenaran….setiap dari kita adalah lentera….

By: Rahmat Abdurrosyid, 1 Feb 2013

0 komentar:

 
;