Kita semua adalah lentera, bakal
lentera, minimal untuk keluarga kita, sudahkah kita menyiapkan bahan bakar
lentera masa depan, seberapa banyak dan kuat?...kita sekolah dari TK hingga
tingkat mahasiswa, puluhan tahun berlayar di lautan ilmu, dinahkodai kyai dan
ulama, guru dan orang hebat lainnya. Sungguh dekat kita dengan ilmu, mulai dari
bangun pagi hingga tidur kembali. Akses-akses keilmuan pun sangat mudah
didapatkan, dari berbagai fasilitas yang sangat lengkap, mulai dari HP,
televisi, internet, koran, buku dan lain sebagainya. Sehingga bisa disimpulkan
bahwa sekarang ini adalah zaman di mana manusia sudah sangat penuh dengan
ma’lumat keilmuan, entah ilmu umum maupun agama, masjid di mana-mana, musholla
persis seperti jamur yang tumbuh subur di musim hujan, begitu menjamur di
setiap lorong-lorong desa. Di mana-mana ada mau’idloh hasanah, sering mampir ke
telinga kita. Ibarat pohon, kita itu tumbuh di tanah yang subur, dengan pupuk
yang berkualitas dan cuaca yang sangat mendukung, tapi mengapa justru malah
menghasilkan preman-preman kekerasan. Jangankan yang tidak mampu sekolah,
justru keblangsatan sangat banyak dilakukan oleh orang-orang berpengetahuan kelas
berat, berpendidikan tinggi. Fakta yang baru-baru ini terjadi adalah bagaimana
seorang presiden PKS yang terkenal sebagai orang yang sangat religious dalam
partai yang terlihat super religious jatuh dalam kubangan korupsi, kalau sudah
demikian, lalu kepada siapa kita akan mempercayakan negri ini?....
Maka bukan saatnya lagi kita
menyalahkan siapa-siapa, tapi lihatlah diri kita, yang begitu dekat. Kita
bangsa Indonesia lebih pada posisi menjalani ritual-ritual keagamaan hanya
sebagai rutinitas saja, belum menyentuh titik ihsan dan ketauhidan yang benar,
sehingga akan mudah kalah oleh pragmatisme kehidupan yang begitu kasar. Dan yang
terpenting adalah kita harus benar-benar memahami kekuatan iman dan Islam,
sebagaima yang dikatakan pepatah: halakamruun
man la ya’rif qodrohu (akan hancur orang yang tidak mengetahui kadar
kemampuannya). Lebih baik, kita harus selalu merasa kurang dan kurang dalam
masalah keimanan, agar terus bisa memperbaiki diri.
Mari kita meluruskan niat dengan
selurus-lurusnya, menegakkan idealisme keagamaan dengan sekokoh-kokohnya,
dimulai dengan membentuk keluarga yang berkualitas dari pribadi kita yang
berkualitas, khususnya bagi lelaki yang akan menjadi komandan keluarganya.
Tentu kita akan dapat menegakkan kebenaran ketika kita telah sampai kepada
kebenaran tersebut, sebagaimana kata mahfudlot: kaifa yastaqiimudzllu wal ‘uudu a’waj?..(bagaimana bayangan sebuah
tongkat akan lurus, jikalau tongkat itu sendiri justru bengkok?..maka
itulah pribadi, pribadi yang mutsla adalah
yang benar-benar dapat menyerap saripati ihsan ke dalam dirinya, memasukkan
partikel-partikel keilmuan ke dalam qolbunya, bukan hanya otaknya. Intinya, mari kita labuhkan hati dan akal
kita kepada ridlo Tuhan, jalan Tuhan, dan aturan Tuhan, menuju ke kesempurnaan
ketauhidan, di mulai dengan selalu haus kebenaran, dan lapar keilmuan, merasa
diri kita selalu kurang.
Hidup kita ini memang berbeda, alamnya menyuguhkan
tingkat godaan yang begitu menggelora, ibarat sungai zaman kita ini adalah
zaman kekeruhan, penuh pencemaran limbah-limbah kejahatan zaman, semakin jauh
era kita ini dari hulu Rasulullah saw, semakin jauh dari sumber-sumber
kejernihan, semakin jauh dan sangat jauh. Olehkarenanya, mari kita bentengi
aliran sungai hati kita dengan kuat, karena cobaan hidup semakin berat, sulit
saat ini kita membedakan mana yang hak dan mana yang batil, persis seperti air
dan bensin yang telah bercampur, diminum bikin sakit perut, dibuat bahan bakar
malah akan merusak mesin. Wahai sahabat, kita adalah lentera, di dunia yang
penuh lampu disco kebatilan, yang suatu saat listrik keiblisannya akan padam,
maka kita akan selalu tampil di depan, sebagai lentera-lentera kebenaran….setiap
dari kita adalah lentera….
By:
Rahmat Abdurrosyid, 1 Feb 2013
0 komentar:
Posting Komentar