Haruskah
kau mengerti mengapa dunia ini begitu berbeda-beda…berbeda jiwa dan raga, ras
dan suku bangsa. Belum pernah ada di dunia hal yang benar-benar sama, termasuk
anak kembar sekalipun, buktinya nama mereka pun berbeda. Berarti manusia lahir untuk
berbeda, dipaksa berbeda, harus mau berbeda, dan memahami perbedaan. Bisakah
kita membayangkan bagaimana kalau wajah kita sama?...itu masalah besar buat
malaikat, karena akan kesulitan membedakan amal setiap orangnya.
Berbeda
itu baik, asalkan sama…hatinya, berbeda itu lumrah, terutama bagi bangsa kita
ini, asalkan semua sama…visi dan misinya: bhinneka
tunggal ika, ujung dari perbedaan adalah kesempurnaan dan persatuan, tidak
ada persatuan tanpa ada perbedaan, kesempurnaan tercapai setelah dapat merangkum
beragam perbedaan pandang dan gerakan. Titik kulminasi dari persatuan adalah
berkenan menerima perbedaan. Cinta seringkali terlahir dari rahim
ketidaksamaan, seperti Romeo dan Juliet, Pangeran Charles dan putri Diana,
termasuk Rahwana dan Sinta. Tuhan menciptakan perbedaan untuk saling belajar,
bukan berperang.
Masih
terasa duka dan lara, ketika kita menyayangkan pembantaian dalam sejarah Islam,
di mana kekhalifahan berdiri di atas mayat para musuh politiknya, tumbuh pesat
dengan aliran darah para sahabat, tanpa terkecuali korban suci Ali r.a bersama
keluarganya. Ku selalu menangis Tuhan dalam senyap, berusaha melahap fakta,
namun terlalu pahit, ingin ku muntahkan saja, tapi telah terlanjur menjadi
senja fakta, lidahku tak bergeming, hatiku membeku, akhirnya ku hanya bisa
menghapus peluh lesuku. Itu zaman yang masih beberapa kilometer dari zaman
Rasul, apalagi kita, zaman edan.
Perpecahan
merupakan anak tiri perbedaan, dan perseteruan adalah anak usang ketidaksamaan,
ideology, keyakinan, dan kekuasaan. Masih begitu terngiang saya oleh sebuah
realita, ketika Rasulullah saw meminta kepada Allah swt untuk tidak mencabut
iman umatnya ketika didera musibah, Allah mengabulkan, berikutnya Rasulullah
memohon agar iman umatnya tidak dicabut ketika dihimpit oleh kemiskinan, Allah
mengabulkan, tapi tidak untuk permintaan terakhir, ketika Rasulullah berdo’a
agar umatnya tetap dalam iman-Nya ketika perpecahan, Allah swt menolak.
Mungkin
karena lenyapnya iman itulah membuat rada-radar keTuhanan pun hilang. Sehingga
sungguh jauh jarak pandang Allah kepada sekutu-sekutu kerusuhan. Mereka pun
dibiarkan, mereka sendiri yang menceraikan kecantikan iman dan mengawini budak
perpecahan.
Sungguh
ketika hidup ini di stempel masa aktifnya oleh Tuhan, maka ketika itulah drama
kasih sayang dimulai, oh tidak juga, justru malaikat serius mengkritisi
legalitas pertumpahan darah oleh manusia di muka bumi. Agak pesimis saya
menyimpulkan, perpecahan adalah selalu ada, drama kasih sayang belum sepenunya
dimulai, mungkin nanti, esok, lusa atau setelah mati…..maka sabda Rasul: ikhtilafu ummati rohmah…dan Al-Qur’an
pun menyatakan wala tafarrroqu….bukan
wala takhtalifu…
By:
Rahmat Abdurrosyid, 28 Januari 2013
0 komentar:
Posting Komentar