Minggu, 03 Februari 2013

Lewat Tulisan Ku Memohon

Aku menulis tulisan ini agar tulisan ini saja yang berbicara, kepada Tuhan. Aku malu Tuhan, untuk selalu mengadu, maka surat ini adalah orang keduaku. Dia adalah pesuruhku sebagai jubir deritaku, dosaku dan kesemrawutanku, terimalah Tuhan. Aku lusuh oleh peluh, peluh dosa, maka mulutku tak pantas berbicara, kepada-Mu Tuhan. Tanganku adalah makelar kebiadaban tak pantas meminta, meminta maghfiroh. Suaraku…suaraku telah parau karena liur-liur kebohongan, sungguh berat Tuhan, maka surat ini bukan perwakilan dari tangan dan jariku, bukan pula teriakan suaraku, atau ucapan lisanku, tapi dia adalah hatiku Tuhan. Dia adalah aku dan aku adalah dia. Biasanya aduanku ku titipkan kepada ibu bapak dan teman-temanku, tapi kali ini tidak, ini berbeda, aku ingin bertatap muka dengan-Mu.

Tulisan ini bukanlah kata…Tuhan, dia adalah gambaran rimba hatiku, yang sebenarnya memang tidak mudah digambarkan, paling tidak mendekati. Hati itu memang Engkau yang tau, tak perlu ku susah payah mengejawantahkannya, lewat apa saja. Tapi, begitulah manusia Tuhan, butuh motivasi, dari visualisasi, butuh yang tersurat dari yang tersirat. Namun Kau tak perlu membalasnya lewat surat pula Tuhan, aku tahu Kau adalah Maha Raja, bisa membalasnya dalam nikmat atau petaka, aku sungguh berserah pasrah. Tapi memang sudah menjadi kewajibanku untuk memohon kepada-Mu. 

Semua berbeda ketika saya mendapi jati diri saya, yang selalu ku ingin bercita-cita menjadi manusia yang sempurna, namun ya begitulah akhirnya, yang sempurna hanya tema, yang ma’sum hanyalah actor-aktor kelas dunia…dan akhirat. Aku ini siapa, hanya hamba-Mu yang sok hebat, merasa paling benar, tapi justru dengan perasaan sok benar itu, Kau malah menunjukkanku ribuan kekuranganku, terima kasih Tuhan. Aku merasa actor kelas dunia, dunia yang ternyata dunia rasa, ilusi dan mimpi. 

Yang paling sulit adalah membersihkan benalu buruk sangka kepada kehidupan, alam dan sekitar. Semua adalah hasil dari pantulan kelakuan kita, sebagai pelaku utama, sisa dari mengapa ku selalu gagal adalah urusan-Mu ya Allah., mengapa ku selalu layu dan sendu adalah kegalauanku dalam menerima dan menjalani kebenaran. Benar memang pesan Imam Ghozali dalam kitabnya bidayatul hidayah, bahwa kualitas kesolehan hamba adalah kecepatan seorang hamba tersebut dalam menerima dan menjalankan kebenaran. Aku ini ternyata turunan Rahwana berwajah Kresna, aku malu Tuhan, ampuni aku dan orang-orang sepertiku dalam iman dan gerak langkah kemanusiaan. Sebelum ku menjadi duri-duri masyarakat, bangsa dan agama. Dan pesanku kepada kawan-kawanku: mari saling mendoakan, dan selamat menyelam dalam kolam muhabasah, bertelanjang dada atas dosa-dosa kita………!!!


 By: Rahmat Abdurrosyid, 30 Januari 2013

0 komentar:

 
;