Minggu, 03 Februari 2013

Mari Berbenah Untuk Bangsa

Pada dasarnya politik itu benar, bertujuan benar, asal dijalankan oleh orang-orang yang benar. Kedekatan politik dengan kekuasaan menjadikkannya kendaraan super mewah yang menarik minat banyak manusia penyembah keglamoran. Pertanyaannya..mampukah jatidiri politik yang sebenarnya sebagai pensejahtera masa bereksistensi dalam genggagaman manusia jahannam?..fakta yang terbarukan kita mendapati bersama, bagaimana sosok LHI dari partai besar yang bervisikan dakwah Islamiyyah jatuh tersungkur, kalah oleh pragmatisme politik. Ini sebagai bukti, betapa hancurnya dunia politik Indonesia, lalu kepada siapa kita akan percaya?...malaikat pun bisa berubah menjadi iblis karena racun politik, itu real. 

Maka, kita pun menyadari, sungguh berat tantangan terjal perpolitikan. Semua partai butuh dana segar, entah dari manapun, yang halal atau yang haram. Sudah waktunya mereka membuat badan usaha untuk menghidupi kebutuhan pribadi, bukan mendompleng seperti bayi yang selalu harus disusui oleh ibu negaranya. Korupsi memang tidak murni karena kepentingan personal, namun kebanyakan karena kepentingan partai. Totalitas kepada partai sebagai kader partai yang telah membesarkannya, menjadi Tuhan-Tuhan baru mereka. Seakan mereka diciptakan oleh partai-partai itu, diberi rizky dan diayomi, mereka lupa bahwa partai hanyalah ibu tiri mereka. Itu membuat para elit partai bersikap pragmatis, instant, dan oportunis. Kita lihat bahwa uang adalah darah kehidupan bagi vampire-vampir politik, demokrasi memang sangat mahal. Dan akankah kita menyimpulkan bahwa politik bukanlah ranah orang-orang benar?...sehingga kita akan lepas tangan?...membiarkan mereka menghisap darah kehidupan rakyat, memakan rerumputan hijau di padang kemlaratan?..kita memang sudah lama perang dengan orang-orang yang mengaku sebagai wakil kita, pelindung kita. Kita tak kenal lelah mengawasi, mengintrogasi dan mengevaluasi mereka, sampai mempertaruhkan nyawa. Perjuangan kita belum berakhir, hingga mereka benar-benar melangkah dengan kaki kita, berdetak dengan detak jantung kita, bergerak dengan gerak otot kita dan bermata hati dengan mata hati kita. Mari terus kita lanjutkan, untuk tak kenal waktu mengingatkan, mengarahkan wakil-wakil kita. Kalau wakil kita jombrot maka tentu saja kita akan jombrot, mereka tidak bisa seenaknya saja memutuskan tali batin kesepakatan yang telah ditetapkan bersama. Sebagaimana pesan agama untuk selalu saling mengingatkan dalam kebenaran.

Rumah politik adalah rumah kekuasaan dan uang plus wanita. Harta, wanita dan tahta adalah trilogy iblis yang begitu kuat mengikat wakil-wakil kita, utusan kita, harapan kita. Mari kita sadarkan mereka, bangunkan mereka. Semua bukan tidak bisa, selama kita yakin bahwa kebenaran akan mengalahkan kebatilan. Olehkarenanya, wakil kita adalah orang-orang yang lahir dari rahim bangsa, yang besar dari lingkungan kita semua. Mungkin masih banyak kekurangan kita dalam menasehati, kurang sabar, lebih suka arogan terhadap wakil rakrat, kita harus ingat mereka bukan siapa-siapa, mereka adalah anak kandung kita, atau mungkin ayah dan ibu kita, yang dulunya bercita-cita mengayomi manusia. Penampakan keduniaan terpampang jelas dalam kehidupan politik, maka maklum jika banyak yang terkecoh, terpeleset oleh licinnya tipuan dunia. Kita mungkin juga belum tentu selamat ketika dalam posisi seperti mereka, maka mari saling menyadari kemudian mengingatkan.

Bagaimana kita akan meluruskan mereka kalau kita saja masih belum berbenah diri?? Akankah yang mengingatkan justru kaburo maqtan?....wakaifa yastaqiimudzillu wal ‘uudu a’waj? (bagaimana bayangan sebuah tongkat akan lurus jikalau tongkat itu sendiri bengkok?).mari berbenah untuk bangsa, setiap 1000 langkah dimulai dari langkah pertama yang paling sederhana.

0 komentar:

 
;