Pada dasarnya politik itu benar,
bertujuan benar, asal dijalankan oleh orang-orang yang benar. Kedekatan politik
dengan kekuasaan menjadikkannya kendaraan super mewah yang menarik minat banyak
manusia penyembah keglamoran. Pertanyaannya..mampukah jatidiri politik yang
sebenarnya sebagai pensejahtera masa bereksistensi dalam genggagaman manusia
jahannam?..fakta yang terbarukan kita mendapati bersama, bagaimana sosok LHI
dari partai besar yang bervisikan dakwah Islamiyyah jatuh tersungkur, kalah
oleh pragmatisme politik. Ini sebagai bukti, betapa hancurnya dunia politik
Indonesia, lalu kepada siapa kita akan percaya?...malaikat pun bisa berubah
menjadi iblis karena racun politik, itu real.
Maka, kita pun menyadari, sungguh
berat tantangan terjal perpolitikan. Semua partai butuh dana segar, entah dari
manapun, yang halal atau yang haram. Sudah waktunya mereka membuat badan usaha
untuk menghidupi kebutuhan pribadi, bukan mendompleng seperti bayi yang selalu
harus disusui oleh ibu negaranya. Korupsi memang tidak murni karena kepentingan
personal, namun kebanyakan karena kepentingan partai. Totalitas kepada partai
sebagai kader partai yang telah membesarkannya, menjadi Tuhan-Tuhan baru
mereka. Seakan mereka diciptakan oleh partai-partai itu, diberi rizky dan
diayomi, mereka lupa bahwa partai hanyalah ibu tiri mereka. Itu membuat para
elit partai bersikap pragmatis, instant, dan oportunis. Kita lihat bahwa uang
adalah darah kehidupan bagi vampire-vampir politik, demokrasi memang sangat mahal.
Dan akankah kita menyimpulkan bahwa politik bukanlah ranah orang-orang
benar?...sehingga kita akan lepas tangan?...membiarkan mereka menghisap darah
kehidupan rakyat, memakan rerumputan hijau di padang kemlaratan?..kita memang
sudah lama perang dengan orang-orang yang mengaku sebagai wakil kita, pelindung
kita. Kita tak kenal lelah mengawasi, mengintrogasi dan mengevaluasi mereka,
sampai mempertaruhkan nyawa. Perjuangan kita belum berakhir, hingga mereka
benar-benar melangkah dengan kaki kita, berdetak dengan detak jantung kita,
bergerak dengan gerak otot kita dan bermata hati dengan mata hati kita. Mari
terus kita lanjutkan, untuk tak kenal waktu mengingatkan, mengarahkan
wakil-wakil kita. Kalau wakil kita jombrot
maka tentu saja kita akan jombrot,
mereka tidak bisa seenaknya saja memutuskan tali batin kesepakatan yang telah
ditetapkan bersama. Sebagaimana pesan agama untuk selalu saling mengingatkan
dalam kebenaran.
Rumah politik adalah rumah
kekuasaan dan uang plus wanita. Harta, wanita dan tahta adalah trilogy iblis
yang begitu kuat mengikat wakil-wakil kita, utusan kita, harapan kita. Mari
kita sadarkan mereka, bangunkan mereka. Semua bukan tidak bisa, selama kita
yakin bahwa kebenaran akan mengalahkan kebatilan. Olehkarenanya, wakil kita
adalah orang-orang yang lahir dari rahim bangsa, yang besar dari lingkungan
kita semua. Mungkin masih banyak kekurangan kita dalam menasehati, kurang
sabar, lebih suka arogan terhadap wakil rakrat, kita harus ingat mereka bukan
siapa-siapa, mereka adalah anak kandung kita, atau mungkin ayah dan ibu kita,
yang dulunya bercita-cita mengayomi manusia. Penampakan keduniaan terpampang
jelas dalam kehidupan politik, maka maklum jika banyak yang terkecoh,
terpeleset oleh licinnya tipuan dunia. Kita mungkin juga belum tentu selamat
ketika dalam posisi seperti mereka, maka mari saling menyadari kemudian
mengingatkan.
Bagaimana kita akan meluruskan
mereka kalau kita saja masih belum berbenah diri?? Akankah yang mengingatkan
justru kaburo maqtan?....wakaifa
yastaqiimudzillu wal ‘uudu a’waj? (bagaimana bayangan sebuah tongkat akan lurus
jikalau tongkat itu sendiri bengkok?).mari berbenah untuk bangsa, setiap
1000 langkah dimulai dari langkah pertama yang paling sederhana.
0 komentar:
Posting Komentar