Rabu, 19 Juni 2013 0 komentar

istidroj

Oleh: Dr Ahmad Kusyairi Suhail, MA

Jika ada di antara kita, saat ini bergelimang banyak harta dan kemewahan atau meraih tahta dan menduduki jabatan bergengsi, jangan buru-buru mengucapkan Alhamdulilah, sebagai ungkapan syukur. Melainkan hendaknya, ia berkaca diri dan intropeksi.

Sebab, apabila semua itu didapat dari korupsi, suap atau cara-cara haram lainnya, semua kemewahan dunia dan jabatan yang nyaman itu bukanlah ni'mah (nikmat) yang harus disyukuri, melainkan justru merupakan niqmah (malapetaka) yang mesti diwaspadai.

Dalam terminologi syar'i (Islam) hal ini disebut dengan istidraj. Sebagaimana ditegaskan Rasulullah SAW dalam hadits yang diriwayatkan oleh Uqbah bin 'Aamir RA, "Apabila engkau melihat Allah memberi seorang hamba kelimpahan dunia atas maksiat-maksiatnya, apa yang ia suka, maka ingatlah sesungguhnya hal itu adalah istidraj".

Kemudian Rasulullah SAW membaca ayat 44 dari QS Al An'aam [6], yang artinya "Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, Maka ketika itu mereka terdiam berputus asa" (HR Ahmad no. 17349 dan dishahihkan Al Albani di As Silsilah Ash Shahihah no. 414).
Minggu, 16 Juni 2013 0 komentar

sistem federal, sistem yang joz buat indonesia.....

Pakar Psikologi Politik Hamdi Muluk menyayangkan bentuk negara kesatuan. Ia mengusulkan ide pembentukan negara federal.
"Negara kita negara kesatuan, ketimpangan antara pusat dan daerah jauh. Banyak mudaratnya daripada bagusnya. Semua ukuran di pusat," kata Hamdi Muluk dalam diskusi di Hotel Morrissey, Jakarta, Minggu (5/5/2013).

Menurut Hamdi, Indonesia lebih cocok memakai sistem negara federal. Pasalnya tidak semua urusan menggunakan konsep sentralistik seperti saat ini.
"Kalau kita lihat negara federal itu pola ideal, efektifitas managemen enggak mungkin Sabang sampai Merauke sentralistik," ujarnya.

Ia mencontohkan pelaksanaan UN yang gagal karena memakai sistem sentralistik. Menurutnya, kebutuhan masyarakat lokal seharusnya diatur oleh pemerintah daerah.
"Maka Gubernur negara bagian yang berdaulat, politik yang hangat politik yang lokal. Negara federal secara empiris terbukti membuat daerah itu berkembang," imbuhnya.
Ia mengatakan negara-negara maju yang menggunakan konsep negara federal berkembang diberbagai bidang. Setiap negara bagian memiliki universitas berkualitas. Kemudian ekonomi bertumbuh dengan pesat.
0 komentar

Konsepsi Taufiq Kiemas

Oleh: Yudi Latif
Taufiq Kiemas, ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), berpulang ke haribaan Ilahi, meninggalkan jejak penting bagi perikehidupan kebangsaan, konsepsi “Empat Pilar”. Secara semantik, bisa jadi banyak orang yang tidak setuju dengan penggunaan istilah “pilar”, terutama dalam kaitannya dengan Pancasila. Namun secara substantif, mestinya ada “kalimatun sawa” tentang pentingnya menjaga komitmen terhadap beberapa konsensus dasar kebangsaan.

Setiap bangsa harus memiliki suatu konsepsi dan konsensus bersama menyangkut hal fundamental bagi keberlangsungan, keutuhan, dan kejayaan bangsa bersangkutan. Dalam pidatonya di Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 30 September 1960 yang memperkenalkan Pancasila kepada dunia, Sukarno mengingatkan pentingnya konsepsi dan cita-cita bagi suatu bangsa: “Arus sejarah memperlihatkan dengan nyata bahwa semua bangsa memerlukan suatu konsepsi dan cita-cita. Jika mereka tak memilikinya atau jika konsepsi dan cita-cita itu menjadi kabur dan usang, maka bangsa itu adalah dalam bahaya.” (Sukarno, 1989: 64).

Setiap bangsa memiliki konsepsi dan cita-citanya sesuai dengan kondisi, tantangan, dan karakteristik bangsa yang bersangkutan. Dalam pandangan Sukarno, “Tidak ada dua bangsa yang cara berjuangnya sama. Tiap-tiap bangsa mempunyai cara berjuang sendiri, mempunyai karakteristik sendiri. Oleh karena pada hakikatnya bangsa sebagai individu mampunyai kepribadian sendiri. Kepribadian yang terwujud dalam pelbagai hal, dalam kebudayaannya, dalam perekonomiannya, dalam wataknya, dan lain-lain sebagainya.” (Sukarno, 1958, I: 3).
Sabtu, 15 Juni 2013 0 komentar

Mengapa Abu Hurairah Lebih Banyak Meriwayatkan Hadits?

oleh: Ahmad Sarwat, Lc., MA
Jumlah yang sedikit atau banyak dalam meriwayatkan hadits, sebenarnya bukan ukuran dari sedikit atau banyaknya ilmu yang dimiliki para shahabat Nabi SAW. Bahkan kalau ada yang sama sekali tidak meriwayatkan hadits, jangan dulu kita anggap mereka tidak tahu isi materi hadits itu.

Sebab ada terlalu banyak faktor yang ikut berpengaruh. Tidak mentang-mentang seorang shahabat hidup lebih lama bersama Nabi SAW, lantas dia pasti meriwayatkan lebih banyak hadits. Dan sebaliknya, tidak mentang-mentang perjumpaannya dengan Rasulullah SAW lebih singkat, berarti lebih sedikit meriwayatkan hadits.

Semua itu dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Salah satunya adalah faktor profesi. Meriwayatkan hadits biasanya dilakukan oleh para shahabat yang menekuni bidang pengajaran ilmu. Padahal tidak semua shahabat berprofesi seperti itu.

Faktor lain adalah masa untuk meriwayatkan hadits. Kalau masa ini ada dan cukup panjang, bisa saja seorang shahabat banyak meriwayatkan. Sebaliknya, bila beliau tidak punya waktu untuk meriwayatkan, meski punya begitu banyak materi hadits, tetapi bisa saja sangat sedikit meriwayatkan.
Kamis, 13 Juni 2013 0 komentar

DR Rizal Ramli, Playmaker Kabinet Gus Dur

Oleh Adhie M Massardi
DALAM pemerintahan, Gus Dur menggunakan pola kepemimpinan (manajer) sepakbola. Anggota kabinet dipilih dari orang-orang yang memiliki karakter, visi dan kemampuan sesuai pola pemerintahan yang hendak dibangunnya. DR Rizal Ramli dipasang sebagai Menko Ekonomi karena gagasan dan karakternya yang berpihak (kepada rakyat) sesuai jalan politik ekonomi Gus Dur. 

Banyak orang tahu KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) adalah penggemar berat sepakbola. Bahkan sebelum mengalami gangguan serius pada penglihatannya akibat diabetes, Gus Dur banyak ditanggap media massa sebagai komentator bola yang analisanya sering mencengangkan.

Tapi sedikit orang yang tahu bahwa sepakbola bagi Gus Dur bukan sekedar hobi dan tontonan menghibur. Ada filsafat sepakbola modern, antara lain fair play, team work, dan dinamika organisasinya yang fleksibel, membuat Gus Dur terpesona, yang kemudian banyak mempengaruhinya dalam mengambil keputusan, khususnya dalam menjalankan roda pemerintahan.

Kabinet Persatuan Nasional dibentuk Gus Dur (Oktober 1999) dengan konsep membangun sebuah tim nasional (timnas) sepakbola itu. Sebagaimana di negara-negara lain, timnas dibangun bukan untuk menghadapi klub-klub lokal. Tapi untuk menghadapi persaingan dan berkompetisi dengan timnas (pemerintahan) negara-negara lain. Bahkan negara-negara kuat seperti AS dan Eropa.
Sabtu, 08 Juni 2013 0 komentar

Membumikan Pancasila

Oleh Yudi Latif

Sebuah kongres bertajuk “Strategi Pembudayaan Nilai-Nilai Pancasila” baru saja dihelat di kampus Universitas Gadjah Mada (31 Mei-1 Juni). Pertanyaan sentral kongres tersebut adalah bagaimana idealitas nilai-nilai Pancasila bisa dibumikan dalam realitas kehidupan berbangsa dan bernegara?
Pertanyaan itu mewakili kesadaran banyak orang dalam menyoal Pancasila. Setelah 67 tahun Pancasila dilahirkan, keluhuran nilai-nilainya sebagai dasar dan haluan bernegara terus diimpikan tanpa kemampuan untuk membumikannya.

Sebuah penantian kesiasiaan menyerupai kisah Waiting for Godot karya Samuel Beckett. Alkisah, Vladimir dan Estragon berhari-hari menanti di jalan sunyi kedatangan makhluk misterius bernama Godot. Setelah yang dinanti tak kunjung datang, keduanya memutuskan untuk pergi. Estragon: “Baiklah, haruskah kita pergi?” Vladimir: “Ya, mari kita pergi.” Meski begitu, keduanya tidak bergerak, tetap di tempat.

Waktu terus berlalu, meninggalkan bangsa Indonesia terus menanti pendaratan mesiah Pancasila. Penantian yang tak kunjung datang melahirkan sumpah serapah. Dalam kaitan ini, warisan terburuk dari pemerintahan otoriter adalah ketidaksanggupan warga untuk membayangkan sisi-sisi baik dari masa lalu. Masa lalu dipandang sebagai sumber kutukan. Pancasila yang diindoktrinasikan di masa lalu lantas ramai-ramai dihapus dari kurikulum persekolahan dan kesadaran kenegaraan.
Sabtu, 01 Juni 2013 4 komentar

ketika fatwa wahabi bergandengan mesra dengan zionis

Beberapa tahun yang lalu ketika usiaku masih belasan tahun dan sedang mengenyam pendidikan di sebuah Pesantren, aku mendapati selebaran yang berisi peringatan terhadap kaum Muslimin untuk mewaspadai misi Zionis, diantara yang aku ingat adalah :
1. Pisahkan umat Islam dari ulamanya
2. Pisahkan umat Islam dari Nabinya
3. Pisahkan umat Islam dari kitab sucinya (Al-Quran )
4. Pecah belah dan hancurkan!

Beberapa tahun setelah aku kembali ke kampung, aku dapati fenomena Salafi Wahabi. Dan ketika aku mencermati dogma (ajaran) serta cara mereka “berdakwah” (menyampaikan ajarannya), timbul kecurigaan kuat mereka adalah kaki tangan Zionis. Kecurigaanku bukan tanpa alasan, berikut mari bersama kita cermati secara kritis dengan fikiran dan hati yang jernih tentang beberapa fatwa Salafi Wahabi sekaligus efek yang terjadi dalam konteks keselarasan fatwa-fatwa tersebut dengan misi Zionis:
0 komentar

Kupas Tuntas Tentang Isbal

 Seiring dengan arus kebangkitan Islam tanpa adanya khilafah islamiyah, banyak kita temukan aktifis–aktifis Islam yang membentuk organisasi atau golongan. Kita harus berbangga diri dengan mereka yang semangat dalam menegakkan hukum Allah dan sunnah Rasulullah, mereka berlomba–lomba dalam melaksanakan sunnah Rasulullah. Akan tetapi, selalu saja ada perbedaan pendapat dari setiap golongan. Salah satunya adalah masalah isbal atau lebih dikenal dengan menjulurkan pakaian dibawah mata kaki. Mereka sering berselisih paham dengan hukum isbal . Ada yang mengatakan haram dan ada yang mengatakan boleh apabila tidak dengan sombong. Tapi yang sangat disayangkan, ada diantara aktifis-aktifis Islam tersebut yang berlebihan dalam mengkritik sampai-sampai ada yang mencaci maki. Padahal ini hanyalah masalah fiqh semata yang dari dahulu sudah diperselisihkan oleh ulama-ulama. Biasanya hal ini dimulai dari aktifis-aktifis yang mengharamkan isbal secara mutlak. Sementara pihak yang diserang, tidak terima dan melakukan pembelaan dengan hujjah-hujjah yang mereka miliki. Penulis bingung melihat fenomena ini. Apakah mereka tidak sadar dengan masalah isbal yang sejak dahulu para ulama sudah berselisih paham? Mereka hanya melakukan siaran ulang saja.
0 komentar

Toleransi Syari'at Terhadap Adat Istiadat

Sudah menjadi sunnatullah jika manusia diciptakan Allah Swt. dalam keadaan selalu berbeda. Perbedaan tersebut tidak hanya mencakup urusan dunia, melainkan masuk dalam ranah hukum syareat agama yang mulia.
Allah Swt berfirman :
ﻭَﻟَﻮْ ﺷَﺎﺀَ ﺭَﺑُّﻚَ ﻟَﺠَﻌَﻞَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱَ ﺃُﻣَّﺔً ﻭَﺍﺣِﺪَﺓً ۖ ﻭَﻟَﺎ ﻳَﺰَﺍﻟُﻮﻥَ ﻣُﺨْﺘَﻠِﻔِﻴﻦ O اِﻻَّ مَنْ رَحِمَ رَبُّكَ
Artinya : Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya Dia menjadikan manusia umat yg satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang yang Dia beri rahmat. (QS. Hud 118-119.)

Dewasa ini banyak sekali terjadi perbedaan panjang tak berkesudaan yang menjadi konsumsi orang awam. Tak ayal, jika terjadi berbagai macam hujatan, cacian, atau penghinaan di dalamnya. Hal itu dikarenakan perbedaan tersebut hanya boleh di hadapi oleh para ulama yang paham serta mengerti agama dan adab ketika berbeda. Bukan sebagai bahan yang boleh di sikapi oleh setiap orang.

Perbedaan yang saya maksud di sini adalah perbedaan yang berkaitan dengan urusan agama. Adapun perbedaan yang berkaitan dalam urusan dunia maka kita kembalikan kepada yang bersangkutan.
Sejak masa keemasan sahabat radhiyallahu anhum, sudah terjadi perbedaan. Sampai akhirnya perbedaan tersebut meluas dan akhirnya sampai di ‘tangan kita’.
 
;