Saya
lebih setuju bahwa makna sufi adalah kejernihan. Kejernihan akhlak atau
akhlakul karimah adalah tingkatan tertinggi bagi seorang hamba. Biasa kita
kenal dengan istilah ihsan. Semua ibadah dan macam ragam hukum (syari’at)
diajarkan oleh agama kepada manusia agar hidupnya tertata dengan baik, baik
secara individu maupun kepada sesamanya.
Rasulullah saw diutus untuk menyempurnakan akhlak. Salat, puasa dan
aneka ragam ibadah mahdloh lainnya tujuan utamanya adalah mendekatkan diri
kepada Allah swt, apa buah dari orang yang dekat Allah?...tentu saja akhlakul
karimah. Faktanya adalah umat Islam sekarang ini, jangan jauh-jauh, umat
Indonesia, akhlaknya semakin amburadul, mengapa demikian?...
Jawabannya
simpel saja, karena Islam yang mereka jadikan naungan adalah hanya sekedar
formalitas, belum menyentuh ke hati, kita tentu tahu bahwa hati adalah pusat
dari perilaku manusia. Dan hati/qolbu itulah yang dalam ibadah terus disentuh
dan dibersihkan. Faktor lainnya adalah Islam Indonesia kebanyakan masih
abangan, faktor ajaran nenek moyang dalam asimilasi keagamaan dan budaya. Maka
dengan ini menyimpulkan wajah Islam yang sesungguhnya dari realitas perilaku
orang Indonesia adalah sangat naif.
Yang
menjadi pembahasan kali ini adalah betapa faktor hedonisme menjadi virus utama.
Kita tentu masih ingat hadits Rasulullah saw yang menyatakan bahwa dunia ini
semakin tua semakin cantik, semakin jauh dari nilai agama dan makin marak sikap
materialis. Sikap materialis adalah anak kandung dari sikap hedonis, dan semua
sikap itu biangnya adalah kapitalisme. Kita lihat bagaimana produk-produk
canggih begitu membludak saling berlomba mendapat konsumen sebanyak-banyaknya.
Perdagangan bebas tidak lebih adalah penyebaran budaya asing yang less value
dengan iklan-iklan yang egosentris dengan mengumbar wanita dan harta guna
menggaet perhatian orang banyak. Semuanya merayu umat untuk berdzikir dengan
nafsu bukan dengan qolbu.
Bukan
itu saja, dalam ranah pendidikan sekarang ini benar-benar memprihatinkan, kapitalisme
pendidikan. Semuanya tergantung ijazah/secarik kertas bukan kwalitas, jual beli
ijazah menjadi sah. Anak bangsa dibesarkan dengan kurikulum materialis dengan
tujuan utamanya menjadi pekerja atau kasarnya adalah untuk mencari uang. Kasus
kekerasan anak antar sekolah menjadi contoh betapa guru disibukkan oleh
formalitas dari negara karena memaksakan status akriditas sekolahnya yang A, B
atau standar internasional, maka mana sempat menemani anak didiknya?...
Selain
itu paham materialis melahirkan paham empirisme, positivisme: seeing is
believing, akal adalah segala-galanya, maka melemahkan jiwa dan batin. Kita
tahu dalam tasawwuf, ketika orang sibuk dengan apa yang dilihat saja, termasuk
hanya mementingkan jasad dan menafikan hati, maka unsur-unsur spiritual orang
itu akan lenyap, jauh dari bimbingan iman.
Inti
dari semua itu adalah betapa hidup kita saat ini jauh dari hati, semuanya
didominasi oleh unsur secarik kertas –uang, ijazah dan sampah, inilah dunia kertas. Di sinilah
peran etika dan estetika dalam aksiologi harus dibina dan dirawat. Dan itu
semua ada dalam tasawwuf, tasawwuf berperan besar bagi kehidupan modern. Kembali
kepada ajaran Rasul dan para sahabatnya, setuju?
Oleh:
Rahmat Abdurrosyid
0 komentar:
Posting Komentar