Tuhan Pun Berbicara
Segala macam keagungan dan kemurkaan Allah sebenarnya mencerminkan kasih sayang-Nya. Kehebatan alam seisinya sebagai bahasa benda dan simbol yang harus diterjemahkan. Itupun tidak cukup, untuk keselamatan umat manusia Allah berdialog aktif lewat bahasa yang lugas dalam kitab suci Al-Qur'an. Keindahan, kekuatan, kelembutan, dan kasih sayang dzat-Nya terhampar luas dalam tarian bahasa mukjizat Muhammad saw tersebut. Kalau manusia yang bijak dapat dinilai dari tata krama bahasa ucapannya, Allahpun demikian. Allah swt dengan sangat santun menghormati lawan bicaranya, manusia, bahkan manusia yang ingkar sekalipun. Dalam al-Qur'an sering kita dapat lafazh dengan dlomir kita (nahnu), contohnya : wa anzalnaa minassamaai maa dan lain sebagainya, tidak lain dengan tujuan yaitu Allah swt menghormati manusia,
jika Allah menggunakan kata "kita" maka lawan bicaranya yaitu manusia dengan posisi "anda". Menyelami Lautan Bahasa al-Qur'an
Sesuai dengan kapasitas orang yang membacanya, dengan segala kesungguhan dan ketelitian yang dimiliki dia akan mendapatkan kesejukan rohani yang lebih ketimbang dengan terburu-buru dalam membaca, walaupun ia buta ilmu arab. Olehkarenanya terjawab sudah sebuah pertanyaan : "bagaimana kita (orang awam) yang tidak mengerti bahasa arab tetap diperintah untuk membaca al-Qur'an? Dan nyata-nyatanya walaupun kita tidak paham kita tetap merasakan ketenangan dalam sanubari"
Menurut hemat saya jawabannya sederhana, letak utama mahligai Al-Qur'an ada di dalam ritme musik di dalamnya. Selain itu memang bahasa arab itu sendiri secara harfiyah memiliki keistimewaan tersendiri sehingga setiap satu huruf memiliki satu pahala. Kita akan bisa menyanyi dengan penuh jiwa, jika kita berusaha melafadzkan al-Qur'an dengan memperhatikan kaidah tajwidnya. Saya masih ingat betul ketika saya sedang melafadzkan ayat al-Qur'an, saya ditegur oleh seorang ustadz: "yang penting itu cara membaca makhorijul huruf dengan hati-hati dan fasih baru variasi membacanya".. Pertama-tama saya belum mengerti betul pesannya tersebut, setelah beberapa waktu saya pun akhirnya mengerti. Itulah mengapa pak Yai/ust di pesantren menekan kita untuk belajar makharijul huruf dengan fasih, sampai tidak jarang saya mendapat hukuman jikalau kurang tepat. Orang yang dapat melantunkan kefasihan lafadz al-Qur'an dengan baik akan memiliki intuisi yang lebih mendalam ketimbang yang lain. Sehingga serpihan-serpihan hikmah lafadznya dengan mudah menempel di lorong qolbu.
Susunan bahasa dalam al-Qur'an tersketsa begitu indah, rapi dan jeli. Seperti halnya musik ia memiliki variasi-variasi luar biasa yang kita dapatkan ketika kita benar-benar membaca al-Qur'an dengan kaidah ilmu tajwid, seperti bacaab Ghunnah, Ikhfa', Iqlab, Idghom dll, sehingga ada intonasi mendengung, samar-samar, pantulan, tekanan, yang kalau kita membacanya dengan seksama akan dapat merasakan mahligai tarian retorika Ilahi, subhanallah...!
Selain itu cara setiap pembaca ketika melafadzkan makhorijul huruf dengan fasih dan benar akan berdampak sangat positif bagi pembentukan psikologi pembacanya dan mempengaruhi psikomotorik kesehariannya. Contohnya saja sya', qof, shot dll, yang dimana setiap huruf tersebut mempunyai karakter bawaan, yang terkadang ada yang keras, menekan, lembut, dan sebagainya. Retorika yang benar bagi pembaca menurut pengalaman saya berkaitan dengan kefasihannya yang dapat membuatnya mempunyai sikap tersendiri dalam perilaku yang diawali dari ketegasan lisannya tersebu. Wallahu a'lam
Dalam kitab al-Tibyan Ulumul Qur'an Syaikh Az-Zarqony berkata:
" al-Qur'an sebagai penghapus dan penyindir yang luar biasa, timbul dari susunan puitisasi suaranya, dan keindahan bahasanya: yaitu mahligai al-Qur'an dan kelembutan harokatnya dan sukunnya, kaidah Madnya dan Ghunnahnya, sambung dan berhentinya (waqf) mahligai yang luar biasa, menarik di dengar dan menarik bagi jiwa setiap person, dengan cara yang tidak mungkin sampai kepadanya segala macam perkataan (selain al-Qur'an) dari Nadzom/puisi, ataupun pantun".
Dalam kitab agung al-Qur'an susunan kalimat di dalamnya tersusun sempurnya dan bertujuan untuk terciptanya aroma musik sejati dari ilahi, olehkarenanya kita tidak bisa asal saja merubah susunan satu di depan lalu kita rubah sesuai kemauan kita, jika itu kita lakukan maka aroma musiknya yang khas akan hilang seketika. Variasi kaidah tajwidnya membuat al-Qur'an seakan menari-nari mengeilingi gaungan lembut sang pembaca, membelainya lembut bagaikan seorang ibu, menemani bagaikan kawan senior sejati, menghangatkan bak ibarat mendapat sentuhan langsung dari para nabi, ulama, dan wali. Sampai-sampai orang sekeras Umar bin Khottob sekalipun luluh runtuh hatinya bersujud karena kesantunan bahasa al-Qur'an.
Romadlon Tiba, Bersiaplah Indonesiaku
Indonesia sebagai negara seribu pulau, dengan aneka ragam etnis, suku dan budayanya berusaha untuk tetap terbingkai dalam satu wadah persatuan dan kesatuan. Namun faktanya sungguh ironis, kerusuhan semakin menggelora dan membudaya. Sampai sekarang ini sang Garuda belum dapat mengepakkan sayapnya yang indah dan belum mampu bersuara dengan lantang. Dia masih terpenjarakan dalam sangkar yang mengaku sebagai sangkar besi agama, etnis, suku dan perbedaan lainnya. Setiap pihak mempunyai gaya dan model sangkar yang berbeda untuk mengurung sang Garuda.
Dalam istilah trigonometri dan geometri dasar, bangsa ini masih kebingungan mencari triangulasi yaitu proses mencari koordinat dan jarak sebah titik dengan mengukur sudut antara titik dan dua titik referensi lainnya yang sudah diketahui posisi dan jarak antara keduanya. Kenyataannya bahkan lebih kompleks dari itu, mempertemukan beberapa titik sudut yang bermacam-macam.
Islam sebagai agama yang mendominasi Indonesia seharusnya mampu menunjukkan yang terbaik. Bukan berarti selama ini tidak baik, tapi memang harus bisa lebih baik lagi, lebel umat Islam sebagai rohmatan lil'alamin itu memang tidak mudah.
Hal yang sangat penting bagi kebangkitan Islam adalah persatuan dan rasa percaya yang besar terhadap Islam itu sendiri. Selama ini persatuan kita sangat rapuh karena faktor duniawi dan pribadi, begitu juga kepercayaan kita terhadap agama kita sendiri. Terlalu banyaknya kejadian yang membuat nama Islam jatuh, dan kenyataan bahwa Islam tidak mampu bersaing dalam prestasi global, terutama masalah scince, yang dahulu di klaim berasal dari dari Islam itu sendiri, membuat pemeluknya semakin tidak berminat dengan agamanya sendiri. Kita tidak perlu jauh-jauh memikirkan solusinya, benahi dan mulailah melakukan yang terbaik bagi diri kita sendiri, skala dan start pertama itu yang akan menentukan mampu apa tidaknya kita menata umat, bagaimana mau menata umat kalau menata diri sendiri saja tidak bisa???
Salah satu wahana bagi perwujudan yang diimpikan adalah menyentuh dan memahami kembali kitab suci al-Qur'an, walaupun memang itu bukan sebagai satu-satunya solusi, akan tetapi perlu bagi umat Islam untuk membersihkan kembali debu-debu sanubarinya. Kesempatan emas itu ada dalam bulan Romadlon yang akan segera menghampiri kita. Dan salah satu ibadah yang sangat afdhol dalam bulan puasa adalah membaca al-Qur'an, bukan hanya sekedar membaca tapi bernyanyi lirik-lirik Ilahi dengan merdu dan hati-hati.....just do it!
0 komentar:
Posting Komentar